Minggu, 15 Januari 2012

THE FOUR FRIENDS

One day, a Mama Ostrich returned home from gathering food for her two dear chicks. She looked and looked for them but could not find them anywhere. Imagine her alarm when she discovered lion tracks around her two-footed chicks' tracks! Fearful but determined to find her babies, she followed the lion tracks.

The tracks led into the woods and finally ended at the den of Mama Lion. In the opening through the cave there lay her own dear chicks in the arms of Mama Lion. The Mama Lion did not want to give the chicks back. She said they were her cubs. Then she challenged Mama Ostrich.

She said to Mama Ostrich that if she can make an animal to look her in the eye and tell her that the chicks are not her cubs, she will give them back to her. Mama Ostrich agreed and set out to her friends to ask for help.

She told all the animals that there is an important meeting and that they should come. Then, when she came to mongoose she told him the story and he said that he had an idea. The I Mongoose told her to make a hole under an anthill, as a second exit. Then, Mama Ostrich did just what the mongoose had told her to do.

The next morning, the entire animals; gathered near the anthill. Then, Mama Ostrich told them the story and asked one of them to stare the Mama Lion in her eyes and say that the chicks were not her cubs. The animals wanted to help her but they didn't want to risk their life. One by one they said that the chicks were her cubs. Mama Ostrich was disappointed that her friends would ' not help her.

When it was the mongoose's turn he said, "Have you ever seen a mama with fur has babies! that have feathers? Think of what you are saying. Mama Lion has fur! The chicks have feathers! They belong to the ostrich!" having said that, Mongoose; jumped down the hole under the anthill, and escaped out the other end.

At once, Mama Lion jumped after him, and when she did so the two ostrich chicks were freed. Mama Lion could not escape from the anthill and had to stay there for a long

A MIRACLE

Sally was only eight years old when she heard Mommy and Daddy talking about her little brother, Georgi. He was very sick and they had done everything they could afford to save his life. Only a very expensive surgery could help him now ... and that was out of the financial question. She heard Daddy say it with a whispered desperation, "Only a miracle can save him now."

Sally went to her bedroom and pulled her piggy bank from its hiding place in the closet. She shook all the change out on the floor and counted it carefully. Three times. The total had to be exactly perfect. No chance here for mistakes. Tying the coins up in an old-weather-kerchief, she slipped out of the apartment and made her way to the corner drug store. She waited patiently for the pharmacist to give her attention. But he was too busy talking to another man to be bothered by an eight-year-old. Sally twisted her feet to make a scuffing noise. She cleared her throat. No good. Finally she took a quarter from its hiding place and banged it on the glass counter. That did it! "And what do you want?" the pharmacist asked in an annoyed tone of voice. 'I’m talking to my brother."

"Well, I want to talk to you about my brother," Sally answered back in the same annoyed tone. "He's sick . . . and I want to buy a miracle."

"I beg your pardon," said the pharmacist. "My Daddy says only a miracle can save him now ... so how much does a miracle cost?" "We don't sell miracles here, little girl. I can't help you."

"Listen, I have the money to pay for it. Just tell me how much it costs."

The well-dressed man stooped down and asked, "What kind of a miracle does your brother need?"

"I don't know," Sally answered. A tear started down her cheek. "I just know he's really sick and Mommy says he needs an operation. But my folks can't pay for it . . . so I have my money.

"How much do you have?" asked the well- dressed man.

"A dollar and eleven cents," Sally answered proudly. "And it's all the money I have in the world."

"Well, what a coincidence," smiled the well-dressed man. A dollar and eleven cents ... the exact price of a miracle to save a little brother.

He took her money in one hand and with the other hand he grasped her mitten and said "Take me to where you live. I want to see your brother and meet your parents

That well dressed man was Dr. Carlton Armstrong, renowned surgeon specializing in solving Georgi's malady. The operation was completed without charge and it wasn’t long until Georgi was home again and doing well.

Mommy and Daddy were happily talking about the chain of events that had led them to this place.

"That surgery," Mommy whispered. "It's like a miracle. I wonder how much it would have cost.

Sally smiled to herself. She knew exactly how much a miracle cost... one dollar and eleven cents... plus the faith of a little child.

Sabtu, 14 Januari 2012

INSTROPEKSI DIRI

Hari ini adalah hari yg bahagia untuk kita semua yg ada di ruangan ini, kebahagiaan akan terasa lebih lengkap apabila kita dikelilingi oleh orang orang yang kita cintai. Berbicara tentang cinta, ada beberapa orang, yg tentunya tidak diragukan lagi ketulusan cintanya dan tidak akan pernah melepaskan cinta mereka untuk kita yaitu keluarga, terutama orang tua, keberhasilan dan perjuangan yg kita capai hari ini tidak terlepas dari cinta kasih sayang dukungan serta bimbingan dari orang tua. Bahagiaku Surga mereka dan Deritaku Pilu mereka, karya Feby.

Aku berdiri mengenakan toga ini disebuah jalan setapak yg gelap, pandanganku tertuju pada dua orang di kejauhan sana, dua orang dengan senyuman yg sudah tak asing dimataku, dua orang yang sangat aku hargai, dua orang yang sangat aku hormati, aku cintai dan aku sayangi, ya mereka papa dan mamaku, dengan disertai senyuman aku berjalan menghampiri mereka, seiring dengan langkah terlintas dibenaku atas apa yg telah mereka lakukan terhadap hidupku selama ini mama yg telah mengadungku selama sembilan bulan, mama yang sudah memperjuangkan hidup dan matinya hingga aku dapat hadir di dunia ini, mama juga yang telah merawatku dengan penuh kelembutan dan kasih sayang, papa yang telah mendidikku, papa yang rela bekerja banting tulang ihklas mengeluarkan keringatnya agar aku dapat menikmati hidup, detik demi detik, hari demi hari, bahkan tahun demi tahun, apakah yg dapat kulakukan untuk membalas mereka, sering aku tutup kuping nggak mau dengerin nasehat mereka, sering banget aku bohong kepada mereka untuk kepuasanku, sering aku ngelawan jika mereka marah karena kenakalanku, sering juga aku banting pintu dihadapan mereka jika mereka tidak mengabulkan permintaanku dan bahkan sering aku mengeluarkan kata kata kasar yg nggak pantas mereka dengar dari bibirku Dasar Cerewet, Kuno, Kolot, tapi apakah mereka mendendam rasa dendam terhadapku. TIDAK tidak sama sekali... mereka dapat tulus memaafkan kehilafanku mereka tetap menyayangiku dalam setiap hembusan nafas mereka, bahkan mereka tetap menyebut namaku dalam setiap doa-doa mereka hingga aku menjadi seperti sekarang ini, ya Tuhan betapa durhakanya aku, tak sadarkah aku bahwa mereka orang yang sangat berarti dalam hidupku, langkah langkahku terhenti dihadapakan mereka, dan kupandangi papa dan mamaku inci demi inci.

Badan yg dulu tegap kekar kini mulai membungkuk, rambut yg dulu hitam kini mulai memutih, dan kulit mereka yg dulu kencang kini mulai berkeriput, kutatap mata mereka yg berbinar binar dan mulai menteskan air mata bahagia, air mata haru, air mata bangga melihatku memakai toga ini, kucium tangan mereka, kupe..luk mereka sambil berkata, papa.., mama.. yang aku berikan hari ini tidak akan cukup membalas semua yang telah papa dan mama berikan kepadaku, terimakasih pa... terimakasih ma..., aku sayang papa dan mama sampai akhir hayatku, terimakasih.

Senin, 02 Januari 2012

Makalah Sekolah Standar Nasional (SSN)

A. Latar Belakang
Rochmat Wahab (2009) dalam Arif Rohman (2009 : v) menyatakan bahwa daya saing suatu bangsa sangat bergantung pada penyelenggara pendidikannya, yaitu pendidikan yang dapat menghasilkan sumber daya manusia yang bermutu. Berarti dalam hal ini kunci pembangunan sumber daya manusia dapat melalui penyelenggaraan pendidikan yang bermutu. Mutu pendidikan yang dimasud bukan hanya mutu hasil pendidikan saja, namun termasuk juga mutu dalam proses pendidikan. Karena hasil yang bermutu tidak selalu mencerminkan proses yang bermutu, begitu pula sebaliknya, sebuah proses yang bermutu belum tentu dapat menjadikan hasil yang bermutu.
Dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia, maka berdasarkan UU RI Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (SISDIKNAS) pemerintah menerpkan rencana strategi yang memuat lima pokok kebijakan peningkatan mutu, satu diantaranya yaitu, mengembangkan dan menetapkan standar nasional pendidikan sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Kemudian Standar Nasional Pendidikan inilah yang dijadikan sebagai standar kriteria minimal yang harus dipenuhi oleh penyelenggara atau satuan pendidikan yang berlaku di seluruh wilayah NKRI. Standar Nasional Pendidikan meliputi delapan standar yaitu standar kompetensi lulusan, standar isi, standar proses, standar sarana dan prasarana, standar tenaga pendidik dan kependidikan, standar manajemen, standar pembiayaan, dan standar penilaian.
1. Standar kompetensi lulusan adalah kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan dan keterampilan.
2. Standar isi adalah ruang lingkup materi dan tingkat kompetensi yang dituangkan dalam kriteria tentang kompetensi tamatan, kompetensi bahan kajian, kompetensi mata pelajaran, dan silabus pembelajaran yang harus dipenuhi oleh siswa pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu.
3. Standar peoses adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan pelaksanaan pembelajaran pada satu satuan pendidikan untuk mencapai standar kompetensi lulusan.
4. Standar pendidik dan tenaga kependidikan adalah kriteria pendidikan prajabatan dan kelayakan fisik maupun mental, serta pendidikan dalam jabatan.
5. Standar sarana da prasarana adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan kriteria minimal tentang ruang belajar, tempat berolah raga, tempat beribadah, perpustakaan, laboratorium, bengkel kerja, tempat bermain, tempat berkreasi dan berekreasi, serta sumber belajar lain, yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran, termasuk penggunaan teknologi informasi dan komunikasi.
6. Standar pengelolaan adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan kegiatan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan, kabupaten/kota, provinsi, atau nasional agar tercapai efisiensi dan efektivitas penyelengaraan pendidikan.
7. Standar pembiayaan adalah standar yang mengatur komponen dan besarnya biaya operasi satuan pendidikan yang berlaku selama satu tahun.
8. Standar penlaian pendidikan adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan mekanisme, prosedur, dan instrumen penilaian hasil belajar siswa.
Untuk merealisasikan Standar Nasonal Pendidikan, maka pemerintah mengembangkan Sekolah Berstandar Nasional (SSN). SSN merupakan sekolah yang telah atau hampir memenuhi Standar Nasional Pendidikan (SNP), sekolah yang telah mengalami perubahan status menjadi SSN seharusnya lebih berkembang dari pada sekolah yang belum berstatus SSN. Sehingga SSN dapat menjadi contoh lain atau Madrasah untuk dapat memenuhi kriteria minimal yang tertuang dalam SNP sehingga pendidikan mampu menampakkan mutu yang baik.
Sekolah yang telah mampu memenuhi SNP, tidak selamanya dapat bertahan sebagai SSN, suatu saat ketika sekolah tersebut tidak mengalami peningkatan dalam kualitas atau justru menurun kualitasnya di bawah SNP sekolah tersebut tidak lagi disebut sebagai SSN. Sehingga sekolah yang telah beralih status menjadi SSN, tidak kemudian hanya diam menjalankan apa yang sudah ada, namun harus selalu senantiasa berusaha mengalami perubahan-perubahan, sehingga dapat memperbaiki atau meningkatkan kualitas sekolah.

B. Rumusan Masalah
Bagaimana upaya pemerintah dalam rangka memajukan pendidikan melalui Sekolah Berstandar Nasional ?

C. Pembahasan
Menurut Tilar dalam Musaheri (2007 : 16) disebutkan bahwa ada lima pelaku yang menentukan maju mundurnya pendidikan, yaitu masyarakat lokal, orang tua, siswa, Negara dan pengelola professional pendidikan. Pengelola professional pendidikan ini termasuk juga seorang guru. Dengan posisi guru yang berada paling depan yaitu yang bersentuhan langsung dengan siswa, maka peran dan tanggung jawab guru angat vital dalam membawa peningkatan mutu pendidikan.
Pendidikan adalah modal utama bagi suatu bangsa dalam upaya meningkatkan kualitas sumberdaya manusia yang dimilikinya. Sumberdaya manusia yang berkualitas akan mampu mengelola sumber daya alam dan memberi layanan secara efektif dan efisien untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu, hampir semua bangsa berusaha meningkatkan kualitas pendidikan yang dimilikinya, termasuk Indonesia. Kualitas sumberdaya manusia dapat dilihat dari kemampuan atau kompetensi yang dimiliki lulusan lembaga pendidikan, seperti sekolah.
Menurut Sukirman (2009), pendidikan nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang bertujuan mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warganegara yang demokratis serta bertanggungjawab. Untuk mewujudkan fungsi itu, Departemen Pendidikan Nasional sebagai pemegang otoritas dalam dunia pendidikan Indonesia harus melakukan berbagai upaya, seperti meningkatkan mutu sekolah di seluruh Indonesia.
Permasalahan utama pendidikan di Indonesia saat ini antara lain :
(a) terjadinya disparitas/keragaman mutu pendidikan, khususnya yang berkaitan dengan 1) ketersediaan pendidik dan tenaga kependidikan yang belum memadai baik secara kuantitas, kualitas, maupun kesejahteraannya, 2) sarana prasarana belajar yang belum memenuhi kebutuhan, jika tersedia pun belum didayagunakan secara optimal, 3) pendanaan pendidikan yang belum memadai untuk menunjang mutu pembelajaran, 4) proses pembelajaran yang belum efektif dan efisien; dan
(b) penyebaran sekolah yang belum merata, ditandai dengan belum meratanya partisipasi pendidikan antara kelompok masyarakat, seperti masih terdapatnya kesenjangan antara penduduk kaya dan miskin, kota dan desa, laki-laki dan perempuan, antar wilayah.
Dua permasalahan di atas menjadi bertambah parah jika tidak didukung dengan komponen utama pendidikan seperti kurikulum, sumber daya manusia pendidikan yang berkualitas, sarana dan prasarana, serta pembiayaan.
Belajar dari kondisi tersebut, solusi pemerintah untuk meningkatkan mutu pendidikan adalah menerbitkan Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang tercermin dalam rumusan visi dan misi pendidikan nasional. Visi pendidikan nasional adalah mewujudkan sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua warga negara Indonesia agar berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah.
Sedangkan misinya adalah sebagai berikut :
Mengupayakan perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan yang bermutu bagi seluruh rakyat Indonesia;
• Meningkatkan mutu pendidikan yang memiliki daya saing di tingkat regional, nasional, dan internasional;
• Meningkatkan relevansi pendidikan dengan kebutuhan masyarakat dan tantangan global;
• Membantu dan memfasilitasi pengembangan potensi anak bangsa secara utuh sejak usia dini sampai akhir hayat dalam rangka mewujudkan masyarakat belajar;
• Meningkatkan kesiapan masukan dan kualitas proses pendidikan untuk mengoptimalkan pembentukan kepribadian yang bermoral;
• Meningkatkan profesionalisme dan akuntabilitas lembaga pendidikan sebagai pusat pembudayaan ilmu pengetahuan, keterampilan, pengalaman, sikap, dan nilai berdasarkan standar yang bersifat nasional dan global; dan
• Mendorong peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan berdasarkan prinsip otonomi dalam konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Untuk mewujudkan visi dan menjalankan misi pendidikan nasional tersebut diperlukan suatu acuan dasar (benchmark) oleh setiap penyelenggara dan satuan pendidikan, yang antara lain meliputi kriteria yang esensial dari berbagai aspek yang terkait dengan penyelenggaraan pendidikan. Acuan dasar tersebut di atas merupakan standar nasional pendidikan yang dimaksudkan untuk memacu pengelola, penyelenggara, dan satuan pendidikan agar dapat meningkatkan kinerjanya dalam memberikan layanan pendidikan yang bermutu.
Upaya pemerintah dalam memberi ruang gerak untuk memajukan bangsa melalui pendidikan sudah banyak dilakukan, diantaranya memberi porsi pembiayaan RAPBN sejumlah 20 %, peningkatan kesejahteraan kepada pelaku pendidikan dengan adanya sertifikasi guru dalam jabatan . Selain itu pula SSN akan memberikan keleluasaan bagi mayarakat yang bermodal untuk mengembangkan sekolah secara mandiri dengan begitu akan mengurangi beban RAPBN dalam bidang pendidikan.
Walaupun ada kesan SSN adalah sekolah yang mahal artinya orang yang kelas ekonomi menengah ke bawah merasa keberatan, tapi disana ada porsi tersendiri bagi mereka dengan syarat berprestasi. Hal ini secara tidak langsung memberi motivasi bahwa kesungguhan belajar bagi mereka yang kurang mampu mutlak harus dilakukan. Mental inilah yang terkadang masih menggumpal dalam masyarakat kita, keterbatasan dianggap menjadi alasan utama dalam kegagalan. Sosok Nabi Muhammad SAW yang kental dengan segala keterbatasan dengan modal sifat jujur amanah dan fathanah menjelma sebagai figur umat disepanjang zaman.
SSN juga memacu para pelaku pendidikan untuk selalu mengembangkan dirinya, dari kepala sekolah, guru dan semua pihak yang terlibat didalam manajemen sekolah tersebut.
Sutrisno (2010) berpendapat bahwa salah satu hal penting yang perlu dilihat dari rendahnya SDM Indonesia adalah lembaga yang dengan sengaja didirikan untuk memperbaiki SDM itu nyaitu pendidikan. SDM Indonesia baru menghasilkan SDDM yang pinter tapi keblinger.
Manajemen kepala sekolah sekarang ini sudah berubah drastis, misalnya setelah di evaluasi ia tidak mampu bertugas dengan baik dalam periode tertentu maka akan langsung turun jabatanya menjadi guru. Gurupun demikian sertifikasi yang diberikan pemerintah harus dibayar dengan komitmen yang tinggi agar memberikan pelayanan pendidikan kepada siswa secara optimal. Apabila tidak mampu memenuhi kriteria-kriteria kualifikasi guru dalam jabatan, maka semua tunjangan sertifikasinya akan dikembalikan ke negara. Ini berlaku secara umum bagi guru artinya pemerintah akan mengevaluasi efektivitas dan kinerja guru dalam kurun waktu tertentu, akhirnya bisa terjadi pencabutan kembali kebijakan sertifikasi guru dalam jabatan dan diganti dengan model lain.
Sebelum menuju milenium baru sebagaimanan dipaparkan diatas, hal-hal yang miring masih banyak yang haruas dibenahi atau sekaligus dipangkas. Darmaningttyas (2005) mengemukakan pendapatnya bahwa pendidikan di Indenesia bukan sekedar anggaran yang rendah, tetapi juga persoalan lain, seperti pengelolaan, sistem, kurikulum, fasilitas dan sebagainya. Sekalipun anggaran pendidikan rendah, tetapi rautsan milyar sampai trilyunan rupiah dari anggaran pendidikan tidak diserap setiap tahunnya. Ini membuktikan bahwa prencanaan dan pelaksanaan pendidikan di Indonesia kurang bagus. Pengalaman terparah pernah terjadi dimasa silam bagaimana maraknya jual beli ijazah, gelar MBA, MM, M.Sc dan lain-lain yang didapat tanpa menempuh perkuliahan. Karena itu pendidikan di Indonesia perlu dilakukan reformasi.
Eko Prsasetyo (2005) menyindir tentang mahalna pendidikan di Indonesia dengan ungkapan orang miskin dilarang sekolah. Menurut beliau sekolah hanya untuk orang kaya, bagi orang miskin sekolah semakin menjadikan miskin. Pendidikan sudah dikuasai oleh kapitalis, sekolah menjadi sasaran pengusaha (pemodal). Disekolah juga akrab dengan kekerasan, guru tidak dapat menghindari tindakan kekerasan kepada siswa. Sekolah yang demikian hanya akan menghasilkan lulusan menjadi pengangguran, bahkan penjahat.
Sebagaimana dinyatakan dalam ketentuan PP 19/2005 Pasal 72 Ayat (1), "Peserta didik dinyatakan lulus dari satuan pendidikan pada pendidikan dasar dan menengah setelah:
• menyelesaikan seluruh program pembelajaran
• memperoleh nilai minimal baik pada penilaian akhir untuk seluruh mata pelajaran kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia, kelompok kewarganegaraan dan kepribadian, kelompok mata pelajaran estetika, dan kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga, dan kesehatan
• lulus ujian sekolah/madrasah untuk kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi; dan
• lulus Ujian Nasional"
Merujuk pada aturan di atas, maka dari segi implementasi, belum sesuai dengan aturan, yang mana hanya menggunakan UN sebagai patokan dalam menentukan kelulusan siswa. Pada pihak lain masih pasal yang sama ayat (2), "Kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan ditetapkan oleh satuan pendidikan yang bersangkutan sesuai dengan kriteria yang dikembangkan oleh BSNP dan ditetapkan dengan Peraturan Menteri".
Di sini nampak belum konsistennya pemerintah, pada satu sisi menyerahkan tanggungjawab kepada pihak sekolah, tetapi pada pihak yang lain pemerintah ikut menentukan kelulusan. Pertanyaannya adalah apakah antara standar kelulusan yang ditentukan pihak pemerintah (BSNP) realistis dengan proses pembelajaran yang berlangsung di masing-masing sekolah di seluruh Indonesia. Apakah dari segi standar isi (SI) telah dipenuhi oleh seluruh sekolah di Indonesia sehingga dalam hal standar kelulusan pun (melalui UN) diberlakukan sama.
Jadi, kalau mau jujur secara substansial dalam KTSP tidak dikenal UN, sebab pengembangan standar isi oleh sekolah-sekolah menurut karakteristik, potensi daerah, dan kebutuhan-kebutuhan daerah, bukan diarahkan kepada pencapaian standar kompetensi lulusan, sebagaimana yang diukur hanya melalui UN. Di sekolah cenderung mengejar target UN ketimbang maksimal dalam implementasi KTSP". Ini masalah, bagi sekolah antara KTSP dan UN, lebih baik memilih mengejar target UN agar tingkat kelulusan tidak melorot dari pada KTSP.
Pertanyaannya, sudah efektifkah penerapan KTSP sekaligus UN. Anik Gufron (2008:1) menyatakan, "upaya peningkatan mutu pendidikan seringkali dilakukan secara tak proporsional dan mengabaikan dimensi kepentingan pengguna dan konteks di mana usaha tersebut hendak dilakukan. Akibatnya, banyak produk peningkatan mutu pendidikan tak memiliki nilai efektivitas dan adaptabilitas yang tinggi".
Satu hal yang perlu dicatat pula bahwa, KTSP tidak semata-mata sebagai sebuah dokumen tetapi juga sebagai program. Karenanya memiliki dimensi praksis. Ikuti pertanyaan berikut: Mungkinkan sebuah kurikulum dapat diimplementasikan di lapangan? Dan, apakah dalam implementasinya didukung oleh sumber daya yang memadai? Sebab bukan tidak mungkin, penerapan suatu kurikulum baru berpotensi gagal, jika kurang mempertimbangkan secara masak-masak kekuatan sumber daya pengguna.
Sebagaimana dinyatakan oleh Allan Ornstein dan Francis Hunkins (2004:298) bahwa, "One reason that a new curriculum may miscarry is that implementation has not been considered critical in curriculum development." Lebih lanjutnya ditegaskan bahwa, "Frequently, new and innovative programs are blunted at classroom doors." Jadi, suatu kurikulum baru yang baik secara ilmiah belum tentu dapat dilaksanakan, atau akan tumpul keilmiahannya di depan pintu ruang kelas.
Sekolah memiliki tugas untuk mengembangkan potensi peserta didik secara optimal menjadi kemampuan untuk hidup di masyarakat dan mensejahterakan masyarakat. Setiap peserta didik memiliki potensi dan sekolah harus mengetahui potensi yang dimiliki peserta didik. Selanjutnya sekolah merancang pengalaman belajar yang harus diikuti peserta didik agar memiliki kemampuan yang diperlukan masyarakat.
Dengan demikian potensi peserta didik akan berkembang secara optimal. Pada dasarnya peningkatan kualitas pendidikan berbasis pada sekolah. Sekolah merupakan basis peningkatan kualitas, karena sekolah lebih mengetahui masalah yang dihadapi dalam meningkatkan kualitas pendidikan. Sekolah berfungsi sebagai unit yang mengembangkan kurikulum, silabus, strategi pembelajaran, dan sistem penilaian. Dengan demikian manajemen sekolah merupakan basis peningkatan kualitas pendidikan.
Oleh karena itu penerapan manajemen berbasis sekolah merupakan usaha untuk memberdayakan potensi yang ada di sekolah dalam usaha meningkatkan kualitas pendidikan. Upaya yang dilakukan pemerintah dalam meningkatkan kualitas pendidikan bagi Bangsa Indonesia adalah diterbitkannya Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Dalam Pasal 3 Undang-undang No. 20 Tahun 2003 itu dijelaskan bahwa Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warganegara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Tujuan pendidikan tidak hanya mengembangkan potensi peserta didik menjadi manusia berilmu, cakap, dan kreatif saja tetapi juga sehat, mandiri, demokratis, bertanggung jawab, serta berakhlak mulia. Untuk mewujudkan tujuan ini Pemerintah menetapkan standar nasional pendidikan yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.
Menurut Wilson (2001) paradigma pendidikan berbasis kompetensi yang mencakup kurikulum, pedagogi, dan penilaian menekankan pada standar atau hasil. Hasil belajar yang berupa kompetensi dicapai peserta didik melalui proses pembelajaran yang dilaksanakan dengan menggunakan pedagogi yang mencakup strategi mengajar atau metode mengajar. Tingkat keberhasilan pembelajaran yang dicapai peserta didik dapat dilihat pada hasil ujian atau tugas-tugas yang dikerjakan peserta didik.
Sekolah Kategori Mandiri (SKM)/Sekolah Standar Nasional (SSN) adalah sekolah yang hampir atau sudah memenuhi standar nasional pendidikan. Standar Nasional Pendidikan adalah kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia. Standar Nasional Pendidikan terdiri dari delapan standar yaitu standar isi, standar, kompetensi lulusan, standar proses, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian pendidikan.
Berdasarkan penjelasan PP No. 19 Tahun 2005 Pasal 11 ayat (2) bahwa ciri Sekolah Kategori Mandiri/Sekolah Standar Nasional adalah terpenuhinya standar nasional pendidikan dan mampu menjalankan sistem kredit semester.
Mata pelajaran wajib mencakup: Agama, Bahasa Indonesia, PPKn, Matematika, IPA, IPS dan Olah Raga (pembentukan moral beragama, berkomunikasi, matematik, IPA dan IPS). 4. Mata pelajaran pilihan wajib, yaitu:
a. Kelompok IPA, yaitu Kimia dan Biologi, bagi peserta didik yang akan melanjutkan ke pendidikan tinggi dengan mengambil bidang kedokteran, farmasi, biologi, pertanian, dan sejenisnya.
b. Kelompok Pasti, Matematika dan Fisika, bagi peserta didik yang akan melanjutkan ke pendidikan tinggi dengan mengambil bidang rekayasa, komputer, dan sejenisnya.
c. Kelompok IPS, yaitu PPKn, Ekonomi, Sosiologi dan Sejarah, bagi peserta didik yang akan melanjutkan ke pendidikan tinggi dengan mengambil bidang hukum, ekonomi, dan sejenisnya.
d. Kelompok Bahasa, yaitu Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris dan bahasa lain, bagi peserta didik yang akan melanjutkan ke pendidikan tinggi dengan mengambil bidang sastra dan budaya.
e. Kelompok Seni, bagi peserta didik yang akan melanjutkan ke pendidikan tinggi dengan mengambil bidang seni.
f. Kelompok Keterampilan, bagi peserta didik yang mungkin terpaksa akan masuk ke pasar kerja (tidak akan melanjutkan ke pendidikan tinggi).
g. Mata pelajaran pilihan bebas, seperti teknologi informasi, keterampilan, olah raga, dan seni. Peserta didik memilih beberapa mata pelajaran ini sesuai dengan bakat dan kegiatan rekreatif dan/atau sosial yang diminatinya.
Profil SKM/SSN secara teknis dilapangan sebagai berikut :
Profil SKM/SSN terdiri dari tujuh komponen, dimana setiap komponen terdiri dari beberapa aspek dan indikator sebagai berikut :

A. Standar Isi dan Standar Kompetensi Lulusan ( Permendiknas No. 22 dan 23 Tahun 2006)
Sekolah memiliki dokumen Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang memuat komponen yang dipersyaratkan dan telah disahkan oleh Dinas Pendidikan Provinsi.Penyusunan KTSP dilakukan secara mandiri dengan membentuk Tim KTSP. Komponen KTSP memuat tentang visi, misi, tujuan, dan struktur dan muatan KTSP. KTSP dilengkapi dengan silabus yang penyusunannya melibatkan seluruh guru dari sekolah yang bersangkutan. Aspek dan indikatornya adalah :
1. Memiliki dokumen Kurikulum
a. Dokumen KTSP disahkan Dinas Pendidikan Provinsi
b. KTSP disusun dengan memperhatikan acuan operasional yang mencakup :
 Agama
 Peningkatan iman dan taqwa serta akhlak mulia
 Persatuan nasional dan nilai kebangsaan
 Tuntutan pembangunan daerah dan nasional
 Peningkatan potensi, kecerdasan dan minat sesuai dengan tingkat perkembangan dan kemampuan peserta didik
 Keragaman potensi dan karakteristik daerah dan lingkungan
 Perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni
 Dinamika perkembangan global
 Tuntutan dunia kerja
 Kondisi sosial budaya masyarakat setempat
 Kesetaraan jender
 Karakteristik satuan pendidikan
c. Proses penyusunan dokumen :
 Membentuk Tim Penyusun KTSP (Kasek, Guru/Konselor) disertai uraian tugas masing-masing unsur yang terlibat
 Menyusun progam dan jadwal kerja Tim Penyusun KTSP
 Menganalisis konteks dan menyusun hasil analisis
 Menganalisis peluang dan tantangan (daya dukung : Komite Sekolah, Dewan Pendidikan, Dinas Pendidikan, sumberdaya alam dan sosial budaya)
2. Komponen KTSP, memuat :
a. Visi, misi, tujuan satuan pendidikan dan strategi yang mencerminkan upaya untuk mencapai hasil belajar peserta didik yang berkualitas, dan didukung dengan suasana belajar dan suasana sekolah yang memadai/ kondusif/ menyenangkan
b. Struktur dan muatan KTSP, yang mencakup :
 Mata pelajaran dan alokasi waktu berpedoman pada struktur kurikulum yang tercantum dalam Standar Isi
 Program muatan lokal (mencakup : jenis program dan strategi pelaksanaan)
 Kegiatan pengembangan diri (mencakup: jenis program dan strategi pelaksanaan)
 Pengaturan beban belajar
- Sistem Paket (pemanfaatan tambahan 4 jam belajar, pemanfaatan tambahan waktu 60% waktu tatap muka per MP untuk penugasan terstruktur dan kegiatan mandiri tidak terstruktur) - Sistem Satuan Kredit Semester (dengan karakter pengelompokan MP wajib/pokok dan pilihan paket/bebas, setiap SKS diperhitungkan 45 menit Tatap Muka dan 25 menit penugasan terstruktur dan kegiatan tidak terstruktur, tidak menerapkan kenaikan kelas, peserta didik dimungkinkan menyelesaikan pendidikan kurang dari 6 (enam) semester
 Ketuntasan belajar
- KKM seluruh MP ≥ 75 % dan dilengkapi dengan rencana pencapaian kriteria ketuntasan ideal 100%. - Dilakukan melalui analisis Indikator, KD dan SK, dengan mempertimbangkan kemampuan rata-rata peserta didik (intake), kompleksitas SK/KD dan ketersediaan sumberdaya dukung
 Kenaikan kelas dan kelulusan
- Adanya kriteria kenaikan kelas yang disesuaikan dengan KKM yang telah ditetapkan dan karakteristik satuan pendidikan yang bersangkuta
- Adanya kriteria kelulusan ≥ 75 %
 Penjurusan (adanya kriteria penjurusan dengan mempertimbangkan bakat, minat, prestasi peserta didik yang disesuaikan dengan KKM dan karateristik sekolah yang bersangkutan)
 Mutasi peserta didik (adanya ketentuan tentang mutasi ke dalam maupun ke luar sesuai ketentuan yang berlaku)
 Pendidikan kecakapan hidup
- Ada program kecakapan hidup (terintegrasi pada MP atau berupa paket/modul yang dirancang secara khusus)
- Ada strategi pelaksanaannya (disekolah yang bersangkutan atau dari satuan pendidikan formal/non formal lain)
 Pendidikan berbasis keunggulan lokal dan global
- Ada program (terintegrasi pada MP atau berupa paket/ modul yang dirancang secara khusus)
- Ada strategi pelaksanaannya (disekolah yang bersangkutan atau dari satuan pendidikan formal/non formal lain)
3. Penyusunan/pengembangan silabus
a. Disusun/dikembangkan secara mandiri dengan melibatkan seluruh guru dari sekolah yang bersangkutan
b. Silabus disusun/dikembangkan melalui proses penjabaran SK/KD menjadi Indikator, Materi Pembelajaran, Kegiatan Pembelajaran dan Jenis Penilaian
c. Mencakup seluruh mata pelajaran baik yang SK/KD nya telah disiapkan oleh Pemerintah maupun yang disusun oleh sekolah sesuai dengan kebutuhan sekolah yang bersangkutan
d. Memanfaatkan berbagai panduan dan contoh silabus yang dikembangkan oleh Pusat sebagai referensi dalam penyusunan/ pengembangan silabus di sekolah

B. Standar Proses
Sekolah mempunyai perencanaan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran sesusai dengan rencana, melakukan penilaian dengan berbagai cara, melakukan pengawasan dan pengendalian terhadap seluruh proses pendidikan yang terjadi di sekolah untuk mendukung pencapaian standar kompetensi lulusan. Pelaksanaan pembelajaran mengacu pada tujuh prinsip pelaksanaan kurikulum. ( Permendiknas No. 41 Tahun 2007)

C. Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan
Keberhasilan pelaksanaan pendidikan di sekolah sangat ditentukan oleh kualitas dan kuantitas sumberdaya manusia sekolah yang terdiri dari pendidik dan tenaga kependidikan. Tenaga pendidik secara kualitas harus memenuhi kualifikasi akademik, sertifikasi profesi dan kesesuaian pendidikan dengan mata pelajaran yang diajarkan. Sedangkan secara kuantitas harus memenuhi ketentuan rasio guru dan peserta didik. Sedangkan tenaga kependidikan sekurang-kurangnya terdiri dari Kepala Sekolah, tenaga administrasi, pustakawan, tenaga laboratorium dan tenaga kebersihan. ( Permendiknas No. 13 Tahun 2007, Kepala Sekolah dan 16 Tahun 2007, Guru)

D. Standar Sarana dan Prasarana ( Permendiknas N0. 24 Tahun 2007 )
Sekolah memiliki sarana dan prasarana meliputi satuan pendidikan, lahan, bangunan gedung, dan kelengkapan sarana dan prasarana. Sekolah minimum memiliki 3 rombongan belajar dan maksimum 27 rombongan belajar. SMA dengan tiga rombongan belajar melayani maksimum 6000 jiwa. Lahan yang dimiliki sekolah memenuhi ketentuan rasio minimum luas lahan terhadap peserta didik yang dapat digunakan secara efektif untuk membangun prasarana sekolah berupa bangunan gedung dan tempat bermain/berolahraga.
Lahan harus memenuhi kriteria kesehatan dan keselamatan, kemiringan, pencemaran air dan udara, kebisingan, peruntukan lokasi, dan status tanah. Bangunan gedung memenuhi rasio minimum luas lantai, tata bangunan, keselamatan, kesehatan, fasilitas penyandang cacat, kenyamanan, keamanan. Bangunan gedung dipelihara secara rutin.
Kelengkapan sarana prasarana yang tersedia meliputi : 1) ruang kelas, 2) ruang perpustakaan, 3) ruang laboratorium biologi, 4) ruang laboratorium fisika, 5) ruang laboratorium kimia, 6) ruang laboratorium komputer, 7) ruang laboratorium bahasa, 8) ruang pimpinan, 9) ruang guru, 10) ruang tata usaha, 11) tempat beribadah, 12) ruang konseling, 13) ruang UKS, 14) ruang organisasi kesiswaan, 15) jamban, 16) gudang, 17) ruang sirkulasi, 18) tempat bermain/berolahraga.

E. Standar Pengelolaan ( Permendiknas No. 19 Tahun 2007 )
Pengelolaan sekolah didasarkan pada perencanaan program, pelaksanaan rencana kerja, pengawasan dan evaluasi, kepemimpinan sekolah, dan sistem informasi manajemen. Sekolah mengembangkan perencanaan program mulai dari penetapan visi, misi, tujuan, dan rencana kerja. Pelaksanaan rencana kerja sekolah didasarkan pada struktur organisasi dan pedoman pengelolaan secara tertulis dibidang kesiswaan, kurikulum dan kegiatan pembelajaran, pendidikan dan tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, keuangan dan pembiayaan. Disamping itu pelaksanaannya juga mempertimbangkan budaya dan lingkungan sekolah, serta melibatkan peran serta masyarakat.

F. Standar Pembiayaan ( Permendiknas No. 69 Tahun 2009 )
Pembiayaan Sekolah didasarkan pada rancangan biaya operasional program kerja tahunan meliputi investasi, operasi, bahan atau peralatan dan biaya personal. Sumber pembiayaan sekolah dapat berasal orang tua peserta didik, masyarakat, pemerintah dan donatur lainnya. Penggunaan dana harus dipertanggungjawabkan dan dikelola secara transparan dan akuntabel.

G. Standar Penilaian Pendidikan ( Permendiknas N0. 20 Tahun 2007 )
Sekolah melaksanakan penilaian pendidikan melalui proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk menentukan pencapaian hasil belajar peserta didik. Penilaian mengacu pada prinsip penilaian dengan menggunakan teknik dan instrumen penilaian yang sesuai berdasarkan mekanisme dan prosedur penilaian terstandar. Penilaian dilakukan oleh pendidik, satuan pendidikan, dan pemerintah.

D. Kesimpulan
Sekolah Standar Nasional atau disebut juga Sekolah Formal Mandiri adalah sekolah yang dirintis pemerintah secara ideal untuk menempuh delapan aspek Standar Nasional Pendidikan atau sudah hampir mendekati kearah standar tadi.
Kehadiran SSN memang membawa nilai plusnya bagi insan pendidikan yang sudah siap menyongsong globalisasi mendatang dan selanjutnya menuju RSBI dan lainya, namun berat pula dirasakan mayoritas pelaku pendidikan yang belum siap menghadapi perubahan ini, baik dari SDM nya ataupun dari aspek-aspek manajerial lembaganya.
Perubahan zaman adalah merupakan keniscayaan yang harus dihadapi insan pendidikan, siapa yang siap tinggal landas maka akan merasakan dengan nyaman, namun bagi yang belum siap hendaknya mawas diri dan belum terlambat untuk selalu meningkatkan kompetensinya. Teknologi dari hasil globalisasi tidak bisa ditolak kehadiranya untuk semakin mempermudah dan mengakses informasi bahkan mempersempit dunia bukan dari jarak tempuh namun dari kecepatan informasi itu sendiri.
SSN yang telah dicanangkan pemerintah mudah-mudahan jadi perhatian bersama baik pemerintah maupun praktisi pendidikan itu sendiri, jangan sampai berjalan sendiri-sendiri misalnya pemerintah masih ada yang mengalihkan dana pendidikan untuk hal-hal yang tidak semestinya, pun demikian bagi para praktisi pendidikan mari kita meningkatkan kompetensi sebagai pendidik untuk menjemput program pendidikan khususnya melalui SSN ini agar SDM kita lebih maju lagi, semoga.



DAFTAR PUSTAKA
Darmaningtyas. (2005). Pendidikan Rusak-rusakan.Jogjakarta : LkiS.
Musaheri. (2007). Pengantar Pendidikan.bandung : Ircisod
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 Tentang Standar Isi
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Standar Kompetensi kelulusan
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 12 tahun 2007 tentang standar pengawas sekolah
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 13 tahun 2007 tentang standar kepala sekolah
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16 tahun 2007 tentang standar kualifikasi akademik dan kompetensi guru
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 18 tahun 2007 tentang sertifikasi guru dalam jabatan
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 19 tahun 2007 tentang standar pengelolaan pendidikan
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 20 tahun 2007 tentang standar penilaian pendidikan
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 24 tahun 2007 tentang standar sarana dan prasarana pendidikan
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 41 tahun 2007 tentang standar proses
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 69 tahun 2009 tentang standar biaya
Praseyo, Eko. (2005). Orang miskin dilarang sekolah. Jogjakarta : Resist Book
Rohman, Arif (2009).memahami Pendidikan dan Ilmu Pendidikan. Surabaya : Laksbang Meditama.
Sutrisno (2010). Pembaharuan dan Pengembangan Pendidikan Isla, untuk insan kamil yang sukses dan berkualitas . Jogjakarta : CV. Diandra Primamitra Media
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistim Pendidikan Nasional