Senin, 16 Juni 2014

SMP Muhammadiyah 2 Cirebon Lulus 100%


Arofah Firdaus, S.Pd., MM
KEDAWUNG -- Dalam Ujian Nasional (UN) Tahun 2014 SMP Muhammadiyah 2 Cirebon alhamdulillah mencapai kelulusan 100%. Hasil ini cukup membanggakan kita semua baik guru, orangtua wali, mapun siswa itu sendiri dan meneruskan tradisi lulus UN 100% setiap tahunnya.
            Menurut Kadis Pendidikan Kabupaten Cirebon, Drs. Erus Rusmana, M.Si. di Kabupaten Cirebon secara keseluruhan peserta UN kelulusannya mencapai 100%.
            Pengumuman kelulusan di Kabupaten Cirebon termasuk SMP Muhammadiyah 2 Cirebon serentak diumumkan tanggal 14 Juni 2013. Sebagaimana biasanya hasil pelulusan UN SMP Muhammadiyah 2 Cirebon di sampaikan kepada orangtua atau wali murid.
            Kepala SMP Muhammadiyah 2 Cirebon, Arofah Firdaus, S.Pd.,M.M. dalam sambutannya dihadapan orangtua murid mengatakan bahwa “keberhasilan UN tahun ini adalah keberhasilan kita semua keberhasilan sekolah, guru, karyawan, orangtua dan siswa itu sendiri yang telah dengan sungguh-sungguh bekerja, berusaha dan berikhtiar dalam menghadapi UN dan yang tidak kalah pentingnya adalah karena do’a kita semua kepada Allah SWT”.
Untuk UN sekarang mata pelajaran Bahasa Indonesia dan Matematika nilai tertingginya mencapai 9.00 oleh karena itu Kepala Sekolah memberikan reward bagi guru pengajar kedua pelajaran Bahasa Indonesia Nani Sugiarti, S.Pd., dan Matematika Agus Sumri, S.Pd. selanjutnya beliau menyerahkan kembali amanat orangtua yang telah menitipkan dan mempercayakan pendidikan anaknya di SMP Muhammadiyah 2 Cirebon.
Pada kesempatan itu pula diumumkan hasil UN terbaik diraih oleh Yustika Puspa Indah dengan jumlah UN 32,05 NS 35,59 NA 33,50 rata-rata 8,4. (WAH)

Kamis, 24 April 2014

SATUAN ACARA PERKULIAHAN BELAJAR DAN PEMBELAJARAN



MATAKULIAH : BELAJAR DAN PEMBELAJARAN
KODE MK        :
SKS/JS           :
DOSEN            : Arofah Firdaus, S.Pd., M.M.



A.Tujuan :
 
Mata kuliah ini bertujuan untuk memberikan pemahaman dasar mengenai konsep belajar dan pembelajaran bagi mahasiswa calon guru yang akan terjun di lapangan. Selain itu juga sebagai langkah awal mahasiswa calon guru mengenal kehidupan sekolah yang sebenarnya.

B.Deskripsi :
 
Mata kuliah ini membahas tentang; hakekat belajar dan pembelajaran, faktor yang mempengaruhi proses belajar mengajar, konsep atau teori belajar dan aplikasinya menurut berbagai macam pandangan, masalah yang timbul dalam proses belajar mengajar, penciptaan kondisi yang efektif dalam proses belajar sampai dengan pengembangan kurikulum.

C.Kepustakaan:

Baharuddin & Esa Nur W. 2007. Teori Belajar dan Pembelajaran. Jogjakarta: Ar-Russ Media.
Budiningsih, C. Asri. 2005. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
Dimyati & Mudjiono. 2006. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
Suryosubroto, B. 2002. Proses Belajar Mengajar di Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta
Usman, Moh. Uzer. 2005. Menjadi Guru Profesional. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

D.Materi:
a.Hakekat belajar dan pembelajaran
b.Prinsip belajar dan azas pembelajaran
c.Faktor yang berpengaruh terhadap proses belajar
d.Teori belajar menurut berbagai Konsep atau pandangan
 
e.Motivasi belajar
f.Pendekatan pembelajaran
g.Masalah-masalah dalam belajar
h.Kondisi belajar mengajar yang efektif.
 
i.Konsep dasar evaluasi dan pembelajaran
j.Pembelajaran dan pengembangan kurikulum

E.Kegiatan Belajar Mengajar

a.Ceramah dan tanya jawab
b.Tugas Individu: on line melalui internet
c.Tugas Kelompok: laporan dan diskusi kelompok
d.Observasi lapangan: penelitian pada sekolah/lembaga pendidikan.

F.Rancangan evaluasi:
 
1.Tugas Individu 15%
2.Tugas Kelompok 10%
3.Keaktifan 10%
5. Ujian Tengah Semester 30%
6.Ujian Akhir Semester 35%



Cirebon, 4 April 2014
Pembina Mata Kuliah,



Arofah Firdaus, S.Pd., M.M.

Aku Gendong Engkau Hingga Ajal Tiba

... Bismillah ...
Suatu malam ketika aku kembali ke rumah, istriku menghidangkan makan malam untukku. Sambil memegang tangannya aku berkata, "Saya ingin mengatakan sesuatu kepadamu." Istriku lalu duduk di samping sambil menemaniku menikmati makan malam dengan tenang. Tiba-tiba aku tidak tahu harus memulai percakapan dari mana. Kata-kata rasanya berat keluar dari mulutku. Aku ingin sebuah perceraian di antara kami, karena itu aku beranikan diriku. Nampaknya dia tidak terganggu sama sekali dengan pembicaraanku, dia malah balik bertanya kepadaku dengan tenang, "Mengapa?" Aku menolak menjawabnya, ini membuatnya sungguh marah kepadaku. Malam itu kami tidak saling bertegur sapa. Dia terus menangis dan menangis. Aku tahu bahwa dia ingin tahu alasan di balik keinginanku untuk bercerai. Dengan sebuah rasa bersalah yang dalam, aku membuat sebuah pernyataan persetujuan untuk bercerai dan dia dapat memiliki rumah kami, mobil, dan 30% dari keuntungan perusahaan kami. Dia sungguh marah dan merobek kertas itu. Wanita yang telah menghabiskan 10 tahun hidupnya bersamaku itu telah menjadi orang yang asing di hatiku. Aku minta maaf kepadanya karena dia telah membuang waktunya 10 tahun bersamaku, untuk semua usaha dan energi yang diberikan kepadaku, tapi aku tidak dapat menarik kembali apa yang telah kukatakan kepada Jane, wanita simpananku, bahwa aku sungguh mencintainya. Istriku menangis lagi. Bagiku tangisannya sekarang tidak berarti apa-apa lagi. Keinginanku untuk bercerai telah bulat. Hari berikutnya, ketika aku kembali ke rumah sedikit larut, kutemukan dia sedang menulis sesuatu di atas meja di ruang tidur kami. Aku tidak makan malam tapi langsung pergi tidur karena ngantuk yang tak tertahankan akibat rasa capai sesudah seharian bertemu dengan Jane. Ketika terbangun, kulihat dia masih duduk di samping meja itu sambil melanjutkan tulisannya. Aku tidak menghiraukannya dan kembali meneruskan tidurku. Pagi harinya, dia menyerahkan syarat-syarat perceraian yang telah ditulisnya sejak semalam kepadaku. Dia tidak menginginkan sesuatupun dariku, tetapi hanya membutuhkan waktu sebulan sebelum perceraian. Dia memintaku dalam sebulan itu, kami berdua harus berjuang untuk hidup normal layaknya suami istri. Alasannya sangat sederhana. Putra kami akan menjalani ujian dalam bulan itu sehingga dia tidak ingin mengganggunya dengan rencana perceraian kami. Selain itu, dia juga meminta agar aku harus menggendongnya sambil mengenang kembali saat pesta pernikahan kami. Dia memintaku untuk menggendongnya selama sebulan itu dari kamar tidur sampai muka depan pintu setiap pagi. Aku pikir dia sudah gila. Akan tetapi, biarlah kucoba untuk membuat hari-hari terakhir kami menjadi indah demi perceraian yang kuinginkan, aku pun menyetujui syarat-syarat yang dia berikan. Aku menceritakan kepada Jane tentang hal itu. Jane tertawa terbahak-bahak mendengarnya. "Terserah saja apa yang menjadi tuntutannya tapi yang pasti dia akan menghadapi perceraian yang telah kita rencanakan," kata Jane. Ada rasa kaku saat menggendongnya untuk pertama kali, karena kami memang tak pernah lagi melakukan hubungan suami istri belakangan ini. Putra kami melihatnya dan bertepuk tangan di belakang kami. "Wow, papa sedang menggendong mama." Sambil memelukku dengan erat, istriku berkata, "Jangan beritahukan perceraian ini kepada putra kita." Aku menurunkannya di depan pintu. Dia lalu pergi ke depan rumah untuk menunggu bus yang akan membawanya ke tempat kerjanya, sedangkan aku mengendarai mobil sendirian ke kantorku. Pada hari kedua, kami berdua melakukannya dengan lebih mudah. Dia merapat melekat erat di dadaku. Aku dapat mencium dan merasakan keharuman tubuhnya. Aku menyadari bahwa aku tidak memperhatikan wanita ini dengan seksama untuk waktu yang agak lama. Aku menyadari bahwa dia tidak muda seperti dulu lagi, ada bintik-bintik kecil di wajahnya, rambutnya pun sudah mulai beruban. Namun entah kenapa, hal itu membuatku mengingat bagaimana pernikahan kami dulu. Pada hari keempat, ketika aku menggendongnya, aku mulai merasakan kedekatan. Inilah wanita yang telah memberi dan mengorbankan 10 tahun kehidupannya untukku. Pada hari keenam dan ketujuh, aku mulai menyadari bahwa kedekatan kami sebagai suami istri mulai tumbuh kembali di hatiku. Aku tentu tidak mengatakan perasaan ini kepada Jane. Suatu hari, aku memperhatikan dia sedang memilih pakaian yang hendak dia kenakan. Dia mencoba beberapa darinya tapi tidak menemukan satu pun yang cocok untuknya. Dia sedikit mengeluh, "Semua pakaianku terasa terlalu besar untuk tubuhku sekarang." Aku mulai menyadari bahwa dia semakin kurus dan itulah sebabnya kenapa aku dapat dengan mudah menggendongnya. Aku menyadari bahwa dia telah memendam banyak luka dan kepahitan hidup di hatinya. Aku lalu mengulurkan tanganku dan menyentuh kepalanya. Tiba-tiba putra kami muncul dan berkata," Papa, sekarang saatnya untuk menggendong dan membawa mama." Bagi putraku, melihatku menggendong dan membawa mamanya menjadi peristiwa yang penting dalam hidupnya. Istriku mendekati putra kami dan memeluk erat tubuhnya penuh keharuan. Aku memalingkan wajahku dari peristiwa yang bisa mempengaruhi dan mengubah keputusanku untuk bercerai. Aku lalu mengangkatnya dengan kedua tanganku, berjalan dari kamar tidur kami, melalui ruang santai sampai ke pintu depan. Tangannya melingkar erat di leherku dengan lembut dan sangat romantis layaknya suami istri yang harmonis. Aku pun memeluk erat tubuhnya, seperti momen hari pernikahan kami 10 tahun yang lalu. Akan tetapi tubuhnya yang sekarang ringan membuatku sedih. Pada hari terakhir, aku menggendongnya dengan kedua lenganku. Aku susah bergerak meski cuma selangkah ke depan. Putra kami telah pergi ke sekolah. Aku memeluknya erat sambil berkata, "Aku tidak pernah memperhatikan selama ini hidup pernikahan kita telah kehilangan keintiman satu dengan yang lain." Aku mengendarai sendiri kendaraan ke kantorku, mampir ke tempat Jane. Melompat keluar dari mobilku tanpa mengunci pintunya. Begitu cepatnya karena aku takut jangan sampai ada sesuatu yang membuatku mengubah pikiranku. Aku naik ke lantai atas. Jane membuka pintu dan aku langsung berkata padanya. "Maaf Jane, aku tidak ingin menceraikan istriku." Jane memandangku penuh tanda tanya bercampur keheranan dan kemudian menyentuh dahiku dengan jarinya. Aku mengelak dan berkata, "Maaf Jane, aku tidak akan bercerai. Hidup perkawinanku terasa membosankan karena dia dan aku tidak memaknai setiap momen kehidupan kami, bukan karena kami tidak saling mencintai satu sama lain. Sekarang aku menyadari sejak aku menggendongnya sebagai syaratnya itu, aku ingin terus menggendongnya sampai hari kematian kami." Jane sangat kaget mendengar jawabanku. Dia menamparku dan kemudian membanting pintu dengan keras. Aku tidak menghiraukannya. Aku menuruni tangga dan mengendarai mobilku pergi menjauhinya. Aku singgah di sebuah toko bunga di sepanjang jalan itu, aku memesan bunga untuk istriku. Gadis penjual bunga bertanya apa yang harus kutulis di kartunya. Aku tersenyum dan menulis, "Aku akan menggendongmu setiap pagi sampai kematian menjemput." Petang hari ketika aku tiba di rumah, dengan bunga di tanganku, sebuah senyum menghias wajahku. Aku berlari hanya untuk bertemu dengan istriku dan menyerahkan bunga itu sambil merangkulnya untuk memulai sesuatu yang baru dalam perkawinan kami. Tapi apa yang kutemukan? Istriku telah meninggal di atas tempat tidur yang telah kami tempati bersama 10 tahun pernikahan kami. Aku baru tahu kalau istriku selama ini berjuang melawan kanker ganas yang telah menyerangnya berbulan-bulan tanpa pengetahuanku karena kesibukanku menjalin hubungan asmara dengan Jane. Istriku tahu bahwa dia akan meninggal dalam waktu yang relatif singkat. Meskipun begitu, dia ingin menyelamatkanku dari pandangan negatif yang mungkin lahir dari putra kami karena aku menginginkan perceraian, karena reaksi kebodohanku sebagai seorang suami dan ayah, untuk menceraikan wanita yang telah berkorban selama sepuluh tahun yang mempertahankan pernikahan kami dan demi putra kami. Betapa berharganya sebuah pernikahan saat kita bisa melihat atau mengingat apa yang membuatnya berharga. Ingat ketika dulu perjuangan yang harus dilakukan, ingat tentang kejadian-kejadian yang telah terjadi di antara kalian, ingat juga tentang janji pernikahan yang telah dikatakan. Semuanya itu harusnya hanya berakhir saat maut memisahkan. Wallahu’alam bishshawab